Tulisan 12 Akuntansi Internasional (Kelalaian Pengendalian Manajemen Citibank, Keluar Dari ‘Jalur Rel’ Sistemnya)


Kelalaian Pengendalian Manajemen Citibank, Keluar Dari ‘Jalur Rel’ Sistemnya

Citibank, dalam sidangnya dengan BI, di bulan april 2011 lalu, sempat ada isu yang menyebutkan, pencabutan ijin usaha Citibank di Indonesia. Apa jadinya, sebuah bank terbesar di dunia, bagian dari Citigroup dengan peringkat 12 (tahun sekarang) di Fortune 500 terbukti kehilangan ijin usahanya di negara Indonesia. Bagaimana Citibank akan mempertahankan kredibilitasnya.
Citibank, pada bulan April 2011 kemarin mengalami berbagai kasus beruntun. Kasus debt collectornya yang menagih hutang tak tertagih sampai menyebabkan tewasnya sang nasabah. Dan ada juga kasus pembobolan uang nasabah milyaran rupiah oleh salah satu karyawatinya. Citibank sebagai perusahaan dengan pendapatan tertinggi di bidang perbankan sedunia, yang memasuki daftar Fortune 500 (terdaftar dengan nama Citigroup). Sebagai perusahaan multinasional di sektor keuangan yang begitu berhasil di kancah globalisasi pasar bebas, Citibank memiliki struktur dan pergerakan bisnis yang begitu mapan dan kuat.
Hal tersebut didukung tidak hanya oleh strategi bisnisnya yang kuat dan visinya yang maju, SDM yang mengisi sistem organ dalam perusahaan ini, seharusnya menjadi bagian yang vital dalam menggerakan bisnis raksasa ini. Seperti sistem dalam organ tubuh, yang dimana bila ada satu bagian yang rusak atau sakit, akan menyebabkan terganggunya sistem tubuh secara keseluruhan. Begitu juga pada struktur tubuh Citibank, SDM merupakan bagian dari sistem tubuh perusahaan, bila ada satu dua SDM-nya yang rusak, maka akan berpengaruh pada kesehatan bisnis.
Perlu diketahui juga, sebagai bisnis raksasa kelas dunia. Citibank yang semestinya memilki sistem dan pengendalian manajemen yang baik, masih bisa juga mengalami kerusakan pada kinerja SDMnya. Nanti akan dibahas mengenai poin-poin yang harus dibenahi dalam tubuh Citibank di akhir tulisan ini. Namun sebelumnya kita cek kasus yang dialami oleh Citibank dan mari kita lihat bagaimana perusahaan sekelas Citibank bisa mengalami hal ini.
Pertama adalah kasus atas kematian salah satu nasabahnya, Irzen Octa yang katanya meninggal sesaat setelah pertemuannya dengan pihak penagih (Debt Collector) dari Citibank. Dari pihak Bank Indonesia menyatakan bahwa nasabah irzen octa tersebut masih masuk pada kategori kolektibilitas dua yaitu tahap perhatian khusus. Yang seharusnya dalam standar penugasan penagihan hutang menggunakan jasa debt collector adalah pada nasabah di level kolektibilitas empat (diragukan) atau lima (macet). Dalam hal ini Citibank melakukakn kelalaian dalam mengikuti prosedur penugasan debt collectornya.
Kedua adalah kasus pembobolan uang nasabah yang dilakukan oleh manajer Citibank, Malinda Dee (selanjutnya disingkat MD) yang menyebabkan runtuhnya kepercayaan masyarakat pada Citibank yang dianggap memiliki kualitas kinerja yang ketat. Sebagai bank terbesar sedunia, seharusnya Citibank mampu mengendalikan SOP kinerja perbankannya dengan tingkat pengendalian yang tinggi.
Pada kasus pembobolan uang nasabah ini, MD sebagai bagian dari sistem tubuh perusahaan Citibank, SDM satu ini bekerja pada tingkatan yang menyimpang dari sistem pengendalian organisasi bisnis. Kasus ini merupakan kasus yang bisa terjadi di perusahaan perbankan di negara mana saja. Tapi bagi perusahaan sekelas Citibank, kelalaian dalam pengendalian manajemen ini sangat memprihatinkan.
Memang dalam kasusnya pembobolan uang nasabah oleh MD tersebut terjadi pada program Citigold, bagian dari program Citibank yang dimana privasi adalah sebuah keunggulan dalam transaksinya. Dimana dalam SOP Citigold ini, nasabah memiliki ruang privasi dengan sang manajer dalam melakukan transaksi dibandingkan bila si nasabah hanya merupakan nasabah reguler. Dalam hal ini, setiap nasabah Citigold seharusnya tetap memilki kewaspadaan. Kewaspadaan yang perlu dipertegas adalah waspada pada ruang privasi itu sendiri. Nasabah citigold terlanjur merasa percaya dan aman pada pihak manajer, karena nasabah meyakini program privasi dalam Citigold ini telah menjamin kenyamanan dan keamanan mereka (tentu saja, karena untuk mengikuti program Citigold inipun juga tidak bisa sembarang orang). Sehingga kasus yang terjadi adalah, nasabah terkadang lalai dalam memberikan blangko kosong atau cek yang telah ditanda tangani kepada pihak manajer bank. Pada kejadian ini, pihak manajer yang nakal memiliki kesempatan untuk mencurangi blangko cek tersebut. Namun, tidak bisa juga menyalahkan nasabah pada kejadian ini. Karena sebenarnya nasabah melakukan hal itu karena sudah mempercayai pihak bank dalam program Citigold ini. Pihak manajer bank-lah yang seharusnya menjamin kepercayaan pihak nasabah dengan melayaninya penuh rasa jujur dan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan perusahaan.
Di kasus Citibank ini yang menjadi poin utamanya adalah pengendalian SOP yang kurang ketat. Menyebabkan dua kasus terjadi berurutan di mulai dari kematian nasabahnya karena kelalaian dalam prosedur pemakaian debt collector yang seharusnya pada kasus tersebut masih tidak diperlukan. Kelalaian yang kedua adalah pada kasus MD yang dimana dalam manajemen pengendalian SOPnya kurang diperhatikan/ disupervisi oleh atasan MD. Dimana seharusnya semua kinerja para manajer disupervisi dengan ketat agar pekerjaan yang mereka lakukan tetap berjalan di atas rel sistem perusahaan. Apalagi dalam program Citigold ini, nasabah dan manajer tersebut memilki hubungan yang jauh lebih privasi dibandingkan dengan hubungan antara pihak Citibank dengan nasabah regular. Supervisi yang dilakukan juga seharusnya jauh lebih ketat.
Saya yakin betul bahwa ini adalah satu dua kelalaian yang mungkin terjadi tidak hanya pada Citibank saja, tapi juga bank lain yang tidak hanya di Indonesia bahkan di negara lain juga punya kemungkinan mengalami kasus ini. Pada kejadian ini, menjadi PR yang serius bagi Citibank untuk memperbaiki pengendalian sistem manajemennya. Sebagai perusahaan raksasa di sektor jasa keuangan terbesar di dunia, Citibank yang telah memiliki kredibilitas dan integritasnya sebagai bank terbesar harus mampu membenahi sistem di dalam tubuhnya dan juga meningkatkan pengendalian manajemennya agar perusahaan tetap bergerak sesuai sistem yang telah diatur sebelumnya.
Ada dua poin utama yang perlu dibenahi oleh Citibank mengenai kesalahan yang terjadi di bulan April ini. Yang pertama adalah benahi sistemnya. Sistem yang harus dibenahi agar kejadian dua kasus di bulan April ini tidak terjadi lagi. Benahi sistem prosedur dalam penugasan debt collector, dalam undang-undang peraturan perbankan telah diatur tentang prosedur penugasan debt collector. Citibank sebenarnya tinggal mengikuti regulasi yang telah diatur di peraturan tersebut. Namun dari Citibank juga perlu ditambahkan sistem prosedur mengenai membangun hubungan komunikasi dengan nasabah yang memiliki hutang. Tidak serta merta saat nasabah lama tak membayar hutangnya, pihak bank langsung menugaskan debt collectornya. Itu yang salah, seharusnya bank melakukan kontak komunikasi dengan nasabah secara berkala. Selalu mengingatkan nasabah mengenai waktu pelunasan hutangnya secara periodik. Bila perlu pihak bank juga ikut membantu memberikan solusi pada nasabah bagaimana cara melunaskan hutangnya. Bukan asal langsung main hantam saja. Sebagai bank terbesar di dunia, Citibank harus dapat membuat strategi penagihan hutang yang cerdas dan menawan. Alhasil nantinya reputasi Citibank juga akan makin terangkat di mata masyarakat.
Dalam kasusnya MD, sistem yang perlu diperkuat adalah tanggung jawab memenuhi kepercayaan pada nasabah. Pihak manajer yang menangani program Citigold ini seharusnya adalah orang-orang yang kompeten, jujur dan bertanggungjawab. Citibank perlu melakukan training secara berkala pada manajernya. Melakukan sejumlah tes secara berkala. Regulasi yang mengikat program inipun juga harusnya jauh lebih ketat dibandingkan dengan regulasi yang mengikat manajer yang bertugas di program nasabah regular. Citibank telah berdiri hampir satu abad lebih, seharusnya memiliki sistem regulasi yang jauh lebih matang dibandingan dengn bank lainnya.
Yang kedua adalah pengendalian. Sistem hanyalah menjadi aturan omong kosong bila tak dilakukan pengendalian. Supervisi yang baik dan ketat akan membuahkan sinergisitas antar SDM dengan sistem yang diberlakukan. Ibaratnya SDM Citibank adalah kereta api. Sistem adalah relnya. Maka pengendalian ini ibarat kemudinya. Siapa yang menjadi masinisnya, yaitu supervisor. Atau dalam bahasa ekonominya disebut manager middle-class. Manajer ini bertanggungjawab agar kereta berjalan tetap di atas relnya. Apabila ada bagian dari kereta yang keluar jalur dari relnya, akan mempengaruhi keseimbangan bagian kereta lainnya. Pengendalian yang cakap dan handal dari sang masinis perusahaan inilah menjadi bagian kritis yang menentukan lancar tidaknya perusahaan berjalan.
Saran : Pada setiap perusahaan multinasional seharusnya dengan kendali manajemen yang baik dan terkontrol. Dengan peraturan yang ketat dan mengikuti regulasi yang ada pada perusahaan tersebut dapat meminimalisir permasalahan. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tulisan 11 Akuntansi Internasional (Terkait Pajak Apple, Irlandia Membantah )


Terkait Pajak Apple, Irlandia Membantah
Jumat, 24 Mei 2013 | 16.18 WIB
LONDON, KOMPAS.com - Wakil Perdana Menteri Irlandia Eamon Gilmore membantah tuduhan Senat Amerika Serikat bahwa Apple berhasil menghindari pajak miliaran dollar karena kelonggaran sistem perpajakan di negaranya.
Sub Komisi Investigasi Senat dalam dalam laporannya hari Senin (20/05/13) mengatakan bahwa antara tahun 2009-2012 Apple menghindari pajak 44 miliar dollar AS yang seharusnya disetor ke Amerika Serikat. Apple menolak keras tuduhan Senat tersebut. CEO Apple, Tim Cook, pada Selasa (21/05/13) dijadwalkan menghadiri sidang Sub Komisi Investigasi yang dipimpin Senator Carl Levin dan Senator John McCain.
Dalam keterangannya kepada Televisi Irlandia (RTE) hari Selasa, Gilmore mengatakan sistem pajak korporasi di negaranya transparan, jelas dan berlaku untuk semua perusahaan. Gilmore juga mengutip penilaian Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) bahwa aturan pajak di negaranya sangat ketat.
"Persoalan (penyimpangan pajak) itu terjadi bukan karena sistem perpajakan Irlandia," kata Gilmore. Ia menambahkan, persoalan itu muncul karena celah hukum di negara-negara lain.

Gilmore, yang merangkap sebagai menteri luar negeri, berbicara di Brussels menjelang pertemuan para menteri luar negeri Uni Eropa. Dia mengatakan Irlandia mendukung upaya internasional untuk memperketat aturan perpajakan internasional.
Apple merupakan salah satu perusahaan multinasional yang belakangan ini menjadi sorotan di Amerika Serikat dan Inggris karena cara mereka menyiasati pajak korporasi dengan mendirikan anak perusahaan di berbagai negara. Senat Amerika sebelumnya sudah memanggil para petinggi Microsoft dan Hewlett Packard.

Sedangkan parlemen Inggris menuduh Google, Starbucks dan Amazon melakukan praktik-praktik perpajakan yang tidak etis. Ketua Komisi Akuntabilitas Publik Parlemen Inggris, Margaret Hodge, Kamis (16/05/2013) lalu menuduh Google berbuat jahat, licik dan tidak etis dalam urusan pajak.
Pajak rendah
Laporan Sub Komisi Senat itu menyebutkan bahwa Apple menyalurkan keuntungan bisnis internasionalnya kepada dua anak perusahaannya, Apple Operations International (AOI) dan Apple Sales International (ASI) yang didirikan di Irlandia.

Namun walaupun terdaftar di Irlandia, AOI sampai tahun lalu tidak mempunyai pegawai ataupun kantor di Irlandia. Hanya satu dari tiga direktur AOI berasal dari Irlandia dan semuat rapat perusahaan itu diadakan di Cupertino, California, markas besar Apple.

AOI juga tidak membayar pajak korporasi sama sekali dalam lima tahun berakhir, walaupun anak perusahaan itu menampung keuntungan sebesar 29,9 miliar dollar AS antara 2009-2012, atau 30% dari keuntungan bersih Apple di seluruh dunia.
Sementara ASI pada tahun 2011 membukukan keuntungan 22 miliar dollar AS namun hanya membayar pajak korporasi sebesar 10 juta dollar AS, atau sekitar 0.05%. Padahal tingkat pajak korporasi di Irlandia adalah 12,5%.
Menurut laporan tersebut, Irlandia pada tahun 1990-an menandatangani perjanjian khusus dengan Apple yang memungkinkan perusahaan itu membayar pajak korporasi kurang dari 2%.
Selain Apple, Google dan Facebook juga mendirikan anak perusahaan di Irlandia antara lain karena tingkat pajak korporasinya yang rendah. Sebagai perbandingan, tingkat pajak korporasi di inggris adalah 26%.
Saran :
Kasus seperti ini, memang sudah banyak terjadi. Itulah penyebabnya, peraturan perpajakan internasional yang belum ketat untuk mengendalikan permasalahan yang menyimpang agar tidak merugikan negara.  Dan seharusnya, bagian pajak lebih mengkontrol dan memberi peraturan dan sanksi terhadap  para pelanggar pajak khususnya yang berskala besar. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tulisan 10 Akutansi Internasional ( Menkeu Jerman: Krisis Zona Euro Belum Berakhir)


Menkeu Jerman: Krisis Zona Euro Belum Berakhir
Sabtu, 2 Februari 2013 | 05:19 WIB
MUNICH, KOMPAS.com — Menteri Keuangan Jerman Wolfgang Schaeuble, Jumat (1/2/2013), mengatakan bahwa krisis belum berakhir meskipun sudah ada kepuasan tentang perbaikan yang dibuat di zona euro.
Berbicara pada sebuah diskusi panel pada Konferensi Keamanan Ke-49 Munich, Schaeuble mengatakan, "Saya pikir krisis euro belum berakhir."
"Ini akan menjadi salah jika kita percaya bahwa semua masalah telah diselesaikan," katanya, menambahkan bahwa itu akan menjadi pesan yang buruk untuk mengatakan krisis berakhir.
Namun, Schaeuble menunjukkan bahwa zona euro berada dalam posisi yang jauh lebih baik dibandingkan dengan situasi tahun lalu. "Kami sedang dalam perjalanan untuk mengurangi krisis ini, membuat kemajuan tahap demi tahap," katanya.
Schaeuble melihat kemajuan besar telah dibuat oleh zona euro dalam beberapa tahun terakhir, menggarisbawahi bahwa perekonomian mendapatkan keuntungan banyak dari integrasi Eropa.
"Eropa adalah ekonomi terkuat di dunia jika Anda mengambil semua negara bersama-sama dan ini adalah sebuah pencapaian yang signifikan," katanya.
Pada saat yang sama, Schaeuble berpendapat bahwa integrasi ekonomi dicapai dalam sebuah proses rumit, yang hampir tidak dapat dipahami, baik di Eropa maupun di luar.
Menurut Schaeuble, semua negara anggota telah membuat kemajuan besar dalam memerangi krisis dalam hal pengurangan defisit. "Itu mungkin bahkan lebih penting ketika datang untuk mengurangi biaya unit upah," katanya.
Dia menekankan, perlunya untuk membuat kemajuan lebih lanjut dalam undang-undang sekunder Eropa, yang terdiri dari aturan-aturan mengikat. "Kami telah mencapai kemajuan dan itulah mengapa pasar keuangan mendapatkan kembali kepercayaannya," katanya.
Saran : Perlu peran dari tiap-tiap negara untuk memerangi krisis dalam pengurangan defisit. Khususnya, integrasi laporan keuangan eropa dengan berbagai aturan-aturan yang dibuat dapat stabil, sehingga tidak mempengaruhi perekonomian yang lainnya. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tulisan 9 Akutansi Internasional (Industri Akuntansi Indonesia Siap Hadapi 2015 )


JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden CPA Australia-Indonesia Office, Ferdinand Sadeli menyebutkan, industri akuntansi Indonesia ditargetkan dapat mengadopsi IFRS (International Financial Reporting Standards), yaitu sistem standar akuntansi internasional, secara penuh pada tahun 2012.
Sebagai dampaknya, industri akuntansi di Indonesia pun akan siap menghadapi Komunitas ASEAN yang akan berlangsung pada tahun 2015 mendatang. Dan, investor asing akan banyak berinvestasi di Indonesia.
"Ya pasti demikianlah. Mustinya dari tahun depan (2012) semuanya sudah relatively sama (dalam menerapkan standar laporan akuntansi di antara negara-negara ASEAN)," ujar Ferdinand kepada KOMPAS.com dalam acara konferensi pers peresmian kantor CPA Australia di Jakarta, Senin (31/10/2011).
Indonesia sendiri, terang dia, sudah mulai menerapkan standar internasional ini sejak Januari 2011. Sementara, Singapura sudah dan Malaysia telah mengadopsi IFRS sejak tahun 2006. Selain itu, dengan standar IFRS, terang dia, maka investor asing yang datang ke Indonesia akan disuguhi oleh laporan keuangan yang punya standar sama di seluruh dunia.
"Dia (investor) nggak perlu pusing-pusing," tambah dia.
Manfaat lainnya dengan IFRS ini yakni mengurangi biaya modal (cost of capital). Artinya, terang Ferdinand, investor tidak akan minta tingkat pengembalian (return) yang tinggi lagi ketika dia mau investasi di Indonesia.
"Karena semuanya sudah transparannya sama, level disclosure-nya sama, understandingnya sama," ujar Ferdinand.
Jadi, ucap dia, dengan adopsi IFRS secara penuh, maka investor asing pun lebih banyak yang mau masuk ke Indonesia. "Mudah sekali dia untuk membandingkan. Dia membaca laporan keuangan enggak bingung-bingung," tegas Ferdinand.
Sumber : http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/10/31/13413618/Industri.Akuntansi.Indonesia.Siap.Hadapi.2015.

Saran :
Terlihat pada tahun 2013 ini, belum semua perusahaan menerapkan ifrs penuh di Indonesia. Diharapkan dengan penerapan ifrs penuh pada semua entitas, akan menerima dampak yg positif bagi pendapatan entitas dan pertumbuhan ekonomi negara karena akan lebih banyak kegiatan perdagangan maupun transaksi dalam internasional. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tulisan 8 Akutansi Internasional ( Jaga Harga Emas Tak Turun, 3 Bank Sentral Dunia Siaga )


Posted: 05/05/2013 14:32

Liputan6.com, New York : Selama sepekan ini, sebagian pasar emas kembali berkonsolidasi setelah sebelumnya terus menerus turun. Ini tak terlepas dari kebijakan moneter yang dilakukan tiga bank sentral terbesar di dunia, yakni Bank Sentral Jepang, Federal Reserve Amerika Serikat (The Fed) dan Bank Sentral Eropa. 

Seperti dilansir dalam laman Kitco, Minggu (5/5/2013), The Fed setelah pertemuan pekan ini telah merilis sebuah pernyataan bahwa pihaknya akan melakukan upaya kebijakan maksimal apabila diperlukan. 

Harga emas dunia pada penutupan Jumat (3/5/2013) ada di level 1470.70 per ounce.

"Pada akhir pertemuan (Selasa-Rabu) antara Federal Open Market Committee, mereka tidak melakukan perubahan kebijakan utama, tapi hanya perubahan minim," terang analis Nomura. 

Nomura menyoroti tiga pengambilan keputusan penting. Beberapa ekonom memperkirakan dampak terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) AS akan turun 1,5% dari pertumbuhan ekonomi tahun ini. Di mana untuk pertumbuhan ekonomi sekitar 2,0% merupakan masalah besar. 

Faktor lain, kata dia, potensi untuk perubahan paling signifikan, yakni The Fed siap untuk menambah atau mengurangi laju pembelian demi mempertahankan kebijakan yang tepat sebagai estimasi bagi pasar tenaga kerja dan perubahan inflasi. 

Akhirnya, di tengah kabar inflasi AS yang mulai membaik, The Fed mencatat kebijakan baru.

Pada Maret ini, indeks harga konsumen turun 0,1% sedangkan harga konsumen inti tidak berubah. Namun dari tahun ke tahun, harga konsumen inti sebesar 1,1% berada di bawah sasaran inflasi The Fed sekitar 1,5%-2%. 

"Komite memilih terus menekan inflasi sebagai upaya dari laju pembelian aset," ujar Nomura. Banyak pengamat percaya, The Fed akan melanjutkan langkah pembelian aset sepanjang tahun ini. 

Bank Sentral Eropa, pada pekan terakhir ini, memangkas 25 poin dari 0,75% menjadi 0,5% seperti yang diharapkan sebagian besar oleh pasar.

Namun, Presiden Bank Sentral Eropa Mario Draghi terus membuka pintu untuk 'menyunat' suku bunga sebagai bagian dari kebijakan moneter tambahan apabila dibutuhkan, bahkan kemungkinan untuk fasilitas deposito. 

Sementara itu, Bank Sentral Jepang telah membentangkan kebijakan moneter yang luar biasa ke depan. Itu artinya ketiga bank sentral tersebut masih menetapkan kebijakan moneter yang sama, seperti kebijakan mencetak uang, pelonggaran kuantitatif, dan sebagainya. 

Di sisi lain, harga emas untuk saat ini berhenti bereaksi atas kebijakan moneter dunia yang sedang berlangsung. Begitupula dengan nilai mata uang yang tidak akan berubah dalam waktu dekat akibat melambatnya pertumbuhan negara maju karena mengalami resesi. 

Sedangkan di negara-negara berkembang terus menunjukkan prospek pertumbuhan lebih cerah dan kuat ke depan. Pembelian fisik emas mencatatkan penurunan harga tertinggi dalam beberapa pekan terakhir. 

Selama April ini, penjualan koin emas oleh U.S Mint melonjak menjadi 209.500 ounces dari 62.000 ounces di Maret 2013.

Jika kondisi ini masih terus berlangsung pada harga emas, diharapkan permintaan fisik emas dapat meningkat. Dengan sebagian besar kontribusi negara berkembang terhadap PDB dunia, maka penting bagi negara tersebut untuk mengalami pertumbuhan penjualan emas. 

Opini :
Seperti tidak dipungkiri lagi, emas memang investasi yang paling menguntungkan tahan terhadap j kondisi perekonomiannya sedang mengalami inflasi. Untuk itu, sikap ketiga bank Dunia tersebut untuk tetap menjaga harga emas, merupakan hal yang tepat. Karena kebijakan ketiga Bank Dunia tersebut masih sama seperti sebelumnya, maka nilai mata uang tidak akan berubah dalam waktu dekat akibat melambatnya pertumbuhan negara maju karena mengalami resesi. Dengan penurunan harga tertinggi untuk emas, negara-negara berkembang terus menunjukkan prospek pertumbuhan lebih cerah dan kuat ke depan. Semoga kondisi ini masih terus berlangsung pada harga emas, diharapkan permintaan fisik emas dapat meningkat. Seperti yang dijelaskan pada artikel di atas, hal tersebut sangat baik untuk kontribusi negara berkembang terhadap PDB dunia dengan pertumbuhan penjualan emas.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tulisan 7 Akutansi Internasional ( LAPORAN KEUANGAN Standar Terbaru Siap Diadopsi )


LAPORAN KEUANGAN Standar Terbaru Siap Diadopsi

Rabu, 06 Maret 2013, 19:53 WIB

BISNIS.COM, JAKARTA--Lembaga keuangan di Indonesia dituntut segera bersiap menerapkan standar pelaporan keuangan internasional (International Financial Reporting Standard/IFRS) versi terbaru.
Dewan Standar Akutansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI) sedianya mengadopsi lima standar laporan keuangan dan tiga standar interpretasi baru.

Langkah ini dilakukan setelah adopsi IFRS 2009 dinilai berhasil.

Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D. Hadad menilai penerapan IFRS di Indonesia suatu keniscayaan.

"Mengadopsi prinsip itu akan memudahkan institusi keuangan kita ketika situasi Indonesia bisa terefleksi dari laporan keuangan yang berlaku global," ujarnya di seminar IFRS 2013, Rabu (6/3/2013).

Keterbukaan informasi dan transparansi, lanjut dia, menarik investor. Meski demikian penerapan standar laporan keuangan terbaru perlu tahapan agar industri tidak kaget.

Terlebih OJK menyimpulkan pemahaman pelaku pasar terhadap IFRS 2009 perlu ditingkatkan. Sehingga perubahan standar pengakuan, pengukuran dan pencatatan tak menimbulkan keresahan pasar.

"Kesiapan notaris, aktuaris, penilai dan akuntan publik harus ditingkatkan," tegasnya dalam acara yang diselenggarakan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang dihadiri pimpinan lembaga Standar Akuntan Internasional (International Accounting Standard) dan Federasi Akuntan se-Asean (Asean Federation of Accountant).

Adapun lima standar yang akan diadopsi Indonesia yakni IFRS 10 Consolidated Financial Statement, IFRS 11 Joint Arrangement, IFRS 12 Disclosure of Interest in Other Entities, IFRS 13 Fair Value Measurement.

Sedangkan tiga standar interpretasi baru yang hendak diadopsi di antaranya International Financial Reporting Interpretations Committe (IFRICS) 18 Transfer of Assets From Customers dan IFRICS 19 Extinguishing Financial Liabilities with Equity.

Aucky Pratama Setya Dharma, Plt Direktur Teknis Ikatan Akuntan Indonesia, mengatakan ada sejumlah akibat pokok dari penerapan IFRS terbaru. Meski demikian perubahan itu hanya soal teknis di pelaporan keuangan tapi tidak berdampak di performa perusahaan.

Indonesia telah mengadopsi IFRS 2009 dan dinilai berhasil. Oleh kerena itu, Dewan Standar Akutansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI) mengadopsi versi IFRS lanjutan.

Opini :
Dengan mengadopsi lima standar laporan keuangan dan tiga standar interpretasi baru, diharapkan membawa Indonesia dapat terefleksi dari laporan keuangan yang berlaku global. Dan perlu lebih pemahaman terhadap IFRS oleh pelaku pasar. Agar perubahan standar pengakuan, pengukuran dan pencatatan tidak akan berdampak pada keresahan pasar. Walaupun dengan penerapan IFRS terbaru akan ada perubahan , namun tidak akan berdampak pada performa perusahaan. Dan tidak akan berpengaruh terhadap berkurangnya investor. Justru hal ini, menambah nilai lebih dalam standar pelaporan keuangan suatu perusahaan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tulisan 6 Akutansi Internasional (Plus-Minus Redenominasi)


Plus-Minus Redenominasi

Rabu, 30 Januari 2013 | 14:24 WIB

Sebenarnya, redenominasi rupiah—yaitu penyederhanaan satuan rupiah dengan cara menghilangkan tiga angka nol—bukanlah kebijakan yang berurgensi tinggi.
Dalam kondisi sekarang, ketika rupiah ”terbebani” banyak angka nol pun, perekonomian Indonesia masih tumbuh 6,3 persen, inflasi 4,3 persen, suku bunga acuan 5,75 persen, kredit bank berekspansi 23 persen, serta cadangan devisa 112 miliar dollar AS. Memang masih ada berbagai masalah, misalnya fiskal (APBN) yang terbebani subsidi energi Rp 306 triliun, defisit neraca perdagangan 1,5 miliar dollar AS, dan defisit transaksi berjalan 20 miliar dollar AS. Namun, secara keseluruhan, perekonomian Indonesia terhitung ”baik-baik saja”. Karena itu, redenominasi tidak mendesak.
Dua cara
Namun, jika harus memilih, apakah rupiah dibiarkan seperti sekarang atau diredenominasi, saya memilih rupiah yang lebih sedikit mengandung angka nol. Lebih mudah menuliskannya, hemat pencatatan secara akuntansi, serta lebih gampang mengonversikannya ke dalam mata uang asing. Berdasarkan pengalaman, ketika berbincang dengan orang asing, saya sering kesulitan mengonversikan bilangan bertriliun-triliun rupiah menjadi satuan dollar AS, euro, atau yen.
Meski dalam nada canda, saya cukup risih apabila ada kawan asing mengatakan, ”Untuk menjadi jutawan di Indonesia ternyata tidak sulit.” Ia benar, karena uang jutaan rupiah bisa dikantongi atau ditenteng ke mana-mana. Padahal, di luar negeri, jutawan adalah frase yang merujuk orang kaya. Namun, di Indonesia, memiliki uang jutaan rupiah tidak berarti kaya. Orang kaya adalah para miliarder atau bahkan triliuner.
Dengan pengalaman pergaulan internasional seperti itu, kadang tebersit pikiran, kapan kurs rupiah menjadi sederhana, misalnya 1 dollar AS ekuivalen Rp 10 atau bahkan Rp 1? Bisakah dan kapan itu bisa dilakukan?
Ada dua cara. Pertama, kita terus memperbaiki kinerja perekonomian, antara lain memperbesar surplus perdagangan, surplus transaksi berjalan, dan menarik banyak modal asing sehingga berujung penguatan cadangan devisa. Bila ini dilakukan berkelanjutan, rupiah pun akan menguat melalui mekanisme pasar.
Masalahnya, berapa lama itu bisa kita lakukan? Apakah menunggu sampai cadangan devisa menembus 1 triliun dollar AS, atau bahkan seperti China yang kini cadangan devisanya hampir 3,3 triliun AS? Pasti makan waktu amat panjang.
Cara kedua, redenominasi, yakni ”memaksa” penghapusan beberapa nol (sesuai kebutuhan dan kelayakan) sehingga kurs rupiah lebih ramping. Melakukan ini tentu tak bisa sembarangan. Namun, jelas jauh lebih ringan daripada harus memupuk cadangan devisa hingga 1 triliun dollar AS.
Berdasarkan pengalaman sebelumnya, memang tak pernah ada negara yang mirip Indonesia yang melakukannya sehingga tak mudah mengadopsinya begitu saja. Umumnya negara yang pernah melakukannya adalah negara yang relatif kecil, baik dari ukuran ekonomi, jumlah penduduk, maupun luas dan persebaran wilayah. Contoh kisah sukses adalah Turki dan beberapa negara Amerika Latin.
Ada argumentasi bahwa umumnya negara yang melakukan redenominasi adalah mereka yang bermasalah dengan inflasi tinggi, bahkan hiperinflasi (inflasi di atas 50 persen per bulan), seperti dialami Argentina (1980-an), Brasil (1980-an dan 1990-an), Zimbabwe (2010). Sementara di Indonesia inflasi sekarang justru rendah (4,3 persen). Menurut saya, kedua kondisi ini tak bertolak belakang.
Bagi negara yang inflasinya tinggi, masalah yang dihadapi adalah lemahnya mata uang, misalnya Turki mengalami 1 dollar AS ekuivalen 1,6 juta lira (1994), sedangkan bagi Indonesia, meski inflasi rendah, kurs rupiah lemah dengan beban angka nol banyak. Di Asia Tenggara, hanya mata uang Vietnam (dong) yang lebih lemah daripada rupiah, yakni 1 dollar AS ekuivalen 20.000 dong.
Jadi, negara yang inflasinya besar ataupun kecil bisa saja melakukan redenominasi, sejauh punya kepentingan sama: ingin menyederhanakan tampilan angka nol pada mata uangnya.
Inflasi kita kini memang rendah, tetapi jangan lupa, kita pernah menderita inflasi besar, 78 persen (saat krisis 1998) dan 17 persen (saat harga BBM naik 2005). Akibatnya, rupiah dari Rp 2.000 per dollar AS (1996) pernah merosot jadi Rp 17.000 (Januari 1998) dan kini Rp 9.700 per dollar AS.
Empat persoalan besar
Kita menyadari, redenominasi tidaklah bisa digulirkan dengan mudah. Setidaknya ada empat persoalan besar. Pertama, sosialisasi harus dilakukan secara luas dan memakan waktu lama. Ketika mata uang euro dilahirkan 1999, zona euro (17 negara) butuh waktu transisi sekitar lima tahun. Dalam kasus Indonesia, ”medan”-nya tentu lebih sulit karena faktor level pendapatan, pendidikan, dan geografis. Bisa dibayangkan masa transisi yang kita perlukan bakal lebih panjang.
Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan menetapkan masa transisi (2013-2015), penarikan rupiah lama (2016-2018), dan penggunaan rupiah baru (2019-2022). Saya sarankan, bila perlu, digeser menjadi lama. Lebih baik agak lama, tetapi aman, daripada tergopoh-gopoh, tetapi menimbulkan gejolak.
Kedua, kebijakan redenominasi baru akan efektif jika mendapat dukungan penuh para pemangku kepentingan. Saat ini saya mencium gelagat dukungan yang kurang kuat dari Komite Ekonomi Nasional (KEN).
BI dan Kemkeu harus lebih dulu ”memegang” KEN, juga dunia usaha, perguruan tinggi, dan lapisan masyarakat lain agar redenominasi berjalan efektif. Presiden, wakil presiden, dan jajaran kabinet juga harus dikerahkan untuk mendukung upaya ini. Tanpa dukungan kehendak kuat dari para pemangku kepentingan, jadwal redenominasi bisa lebih panjang lagi.
Ketiga, seperti sudah banyak diingatkan, redenominasi rawan inflasi. Bisa diduga akan selalu ada pengusaha nakal yang tak disiplin mengonversikan harga lama ke harga baru. Misalnya harga lama Rp 220.000 dikonversikan ke harga baru Rp 25, padahal mestinya Rp 22.
Gubernur BI Darmin Nasution menyatakan ada semacam ”operasi pasar” untuk menertibkannya. Di luar itu, menurut saya, mengedukasi penjual dan pembeli yang dilakukan dengan masa transisi yang cukup akan menjadi kunci sukses. Saya masih yakin hal ini bisa ”diamankan”.
Keempat, bisa-tidaknya redenominasi dijalankan tergantung kredibilitas dan kinerja perekonomian Indonesia. Jika pemerintah dan BI gagal mengendalikan variabel ekonomi makro utama, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran, suku bunga, APBN yang sehat dan berkelanjutan, redenominasi bakal terancam.
Ekspresi para pelaku ekonomi terhadap rendahnya kredibilitas bisa ditunjukkan dengan memindah kekayaannya ke mata uang asing, alias terjadi pemborongan valuta asing. Selanjutnya, jika cadangan devisa merosot, rupiah pun akan terdepresiasi. Jadi, kuncinya adalah bagaimana pemerintah meningkatkan kinerja perekonomian. Jika ini terjadi dan kemudian disertai penambahan cadangan devisa secara berkelanjutan, bisa menjadi jaminan keberhasilan redenominasi.
Kebijakan redenominasi, dengan syarat-syarat di atas, tetap layak dilakukan, tentunya dengan menempuh perjuangan yang tidak ringan. Pemerintah dan BI, selamat bekerja mengawal proses panjang ini. Tiada kata jera dalam perjuangan. (A Tony Prasetiantono Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik, UGM)


Opini :
Menurut saya dari artikel di atas, redenominasi merupakan langkah yang baik karena faktanya bilangan nol dalam  rupiah sudah terlalu banyak. Belum lagi, pendapatan setiap tahunnya akan selalu bertambah dan pastinya akan berdampak pada jumlah nol untuk rupiah. Ini perlu diatasi dengan redenominasia agar ke depannya, para pengguna uang tidak merasa sulit menghitung jumlah uangnya. Redenominasi hanya menghilangkan tiga angka nol, tidak akan sulit dalam pelaksanaannya. Inilah tugasnya, bank Indonesia serta pemerintah untuk memberi pengarahan terhadap masyarakat di seluruh Indonesia. Bank Indonesia juga harus mewaspadai dan menjaga agar redenominasi tidak menimbulkan dampak yang merugikan dengan adanya inflasi. BI harus dapat mengatasi agar berjalan lancar sesuai dengan koridor dan aturan yang berlaku. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS