Kelalaian Pengendalian
Manajemen Citibank, Keluar Dari ‘Jalur Rel’ Sistemnya
Citibank,
dalam sidangnya dengan BI, di bulan april 2011 lalu, sempat ada isu yang
menyebutkan, pencabutan ijin usaha Citibank di Indonesia. Apa jadinya, sebuah
bank terbesar di dunia, bagian dari Citigroup dengan peringkat 12 (tahun
sekarang) di Fortune 500 terbukti kehilangan ijin usahanya di negara
Indonesia. Bagaimana Citibank akan mempertahankan kredibilitasnya.
Citibank,
pada bulan April 2011 kemarin mengalami berbagai kasus beruntun. Kasus debt
collectornya yang menagih hutang tak tertagih sampai menyebabkan tewasnya
sang nasabah. Dan ada juga kasus pembobolan uang nasabah milyaran rupiah oleh
salah satu karyawatinya. Citibank sebagai perusahaan dengan pendapatan
tertinggi di bidang perbankan sedunia, yang memasuki daftar Fortune 500
(terdaftar dengan nama Citigroup). Sebagai perusahaan multinasional di sektor
keuangan yang begitu berhasil di kancah globalisasi pasar bebas, Citibank
memiliki struktur dan pergerakan bisnis yang begitu mapan dan kuat.
Hal tersebut
didukung tidak hanya oleh strategi bisnisnya yang kuat dan visinya yang maju,
SDM yang mengisi sistem organ dalam perusahaan ini, seharusnya menjadi bagian
yang vital dalam menggerakan bisnis raksasa ini. Seperti sistem dalam organ
tubuh, yang dimana bila ada satu bagian yang rusak atau sakit, akan menyebabkan
terganggunya sistem tubuh secara keseluruhan. Begitu juga pada struktur tubuh
Citibank, SDM merupakan bagian dari sistem tubuh perusahaan, bila ada satu dua
SDM-nya yang rusak, maka akan berpengaruh pada kesehatan bisnis.
Perlu
diketahui juga, sebagai bisnis raksasa kelas dunia. Citibank yang semestinya
memilki sistem dan pengendalian manajemen yang baik, masih bisa juga mengalami
kerusakan pada kinerja SDMnya. Nanti akan dibahas mengenai poin-poin yang harus
dibenahi dalam tubuh Citibank di akhir tulisan ini. Namun sebelumnya kita cek
kasus yang dialami oleh Citibank dan mari kita lihat bagaimana perusahaan
sekelas Citibank bisa mengalami hal ini.
Pertama
adalah kasus atas kematian salah satu nasabahnya, Irzen Octa yang katanya
meninggal sesaat setelah pertemuannya dengan pihak penagih (Debt Collector)
dari Citibank. Dari pihak Bank Indonesia menyatakan bahwa nasabah irzen octa
tersebut masih masuk pada kategori kolektibilitas dua yaitu tahap perhatian
khusus. Yang seharusnya dalam standar penugasan penagihan hutang menggunakan
jasa debt collector adalah pada nasabah di level kolektibilitas empat
(diragukan) atau lima (macet). Dalam hal ini Citibank melakukakn kelalaian
dalam mengikuti prosedur penugasan debt collectornya.
Kedua adalah
kasus pembobolan uang nasabah yang dilakukan oleh manajer Citibank, Malinda Dee
(selanjutnya disingkat MD) yang menyebabkan runtuhnya kepercayaan masyarakat
pada Citibank yang dianggap memiliki kualitas kinerja yang ketat. Sebagai bank
terbesar sedunia, seharusnya Citibank mampu mengendalikan SOP kinerja
perbankannya dengan tingkat pengendalian yang tinggi.
Pada kasus
pembobolan uang nasabah ini, MD sebagai bagian dari sistem tubuh perusahaan
Citibank, SDM satu ini bekerja pada tingkatan yang menyimpang dari sistem
pengendalian organisasi bisnis. Kasus ini merupakan kasus yang bisa terjadi di
perusahaan perbankan di negara mana saja. Tapi bagi perusahaan sekelas
Citibank, kelalaian dalam pengendalian manajemen ini sangat memprihatinkan.
Memang dalam
kasusnya pembobolan uang nasabah oleh MD tersebut terjadi pada program
Citigold, bagian dari program Citibank yang dimana privasi adalah sebuah
keunggulan dalam transaksinya. Dimana dalam SOP Citigold ini, nasabah memiliki
ruang privasi dengan sang manajer dalam melakukan transaksi dibandingkan bila
si nasabah hanya merupakan nasabah reguler. Dalam hal ini, setiap nasabah
Citigold seharusnya tetap memilki kewaspadaan. Kewaspadaan yang perlu
dipertegas adalah waspada pada ruang privasi itu sendiri. Nasabah citigold
terlanjur merasa percaya dan aman pada pihak manajer, karena nasabah meyakini
program privasi dalam Citigold ini telah menjamin kenyamanan dan keamanan
mereka (tentu saja, karena untuk mengikuti program Citigold inipun juga tidak
bisa sembarang orang). Sehingga kasus yang terjadi adalah, nasabah terkadang
lalai dalam memberikan blangko kosong atau cek yang telah ditanda tangani
kepada pihak manajer bank. Pada kejadian ini, pihak manajer yang nakal memiliki
kesempatan untuk mencurangi blangko cek tersebut. Namun, tidak bisa juga
menyalahkan nasabah pada kejadian ini. Karena sebenarnya nasabah melakukan hal
itu karena sudah mempercayai pihak bank dalam program Citigold ini. Pihak
manajer bank-lah yang seharusnya menjamin kepercayaan pihak nasabah dengan
melayaninya penuh rasa jujur dan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan
perusahaan.
Di kasus
Citibank ini yang menjadi poin utamanya adalah pengendalian SOP yang kurang
ketat. Menyebabkan dua kasus terjadi berurutan di mulai dari kematian
nasabahnya karena kelalaian dalam prosedur pemakaian debt collector yang
seharusnya pada kasus tersebut masih tidak diperlukan. Kelalaian yang kedua
adalah pada kasus MD yang dimana dalam manajemen pengendalian SOPnya kurang
diperhatikan/ disupervisi oleh atasan MD. Dimana seharusnya semua kinerja para
manajer disupervisi dengan ketat agar pekerjaan yang mereka lakukan tetap
berjalan di atas rel sistem perusahaan. Apalagi dalam program Citigold ini,
nasabah dan manajer tersebut memilki hubungan yang jauh lebih privasi
dibandingkan dengan hubungan antara pihak Citibank dengan nasabah regular.
Supervisi yang dilakukan juga seharusnya jauh lebih ketat.
Saya yakin
betul bahwa ini adalah satu dua kelalaian yang mungkin terjadi tidak hanya pada
Citibank saja, tapi juga bank lain yang tidak hanya di Indonesia bahkan di
negara lain juga punya kemungkinan mengalami kasus ini. Pada kejadian ini,
menjadi PR yang serius bagi Citibank untuk memperbaiki pengendalian sistem
manajemennya. Sebagai perusahaan raksasa di sektor jasa keuangan terbesar di
dunia, Citibank yang telah memiliki kredibilitas dan integritasnya sebagai bank
terbesar harus mampu membenahi sistem di dalam tubuhnya dan juga meningkatkan
pengendalian manajemennya agar perusahaan tetap bergerak sesuai sistem yang
telah diatur sebelumnya.
Ada dua poin
utama yang perlu dibenahi oleh Citibank mengenai kesalahan yang terjadi di
bulan April ini. Yang pertama adalah benahi sistemnya. Sistem yang harus
dibenahi agar kejadian dua kasus di bulan April ini tidak terjadi lagi. Benahi
sistem prosedur dalam penugasan debt collector, dalam undang-undang
peraturan perbankan telah diatur tentang prosedur penugasan debt collector.
Citibank sebenarnya tinggal mengikuti regulasi yang telah diatur di peraturan
tersebut. Namun dari Citibank juga perlu ditambahkan sistem prosedur mengenai
membangun hubungan komunikasi dengan nasabah yang memiliki hutang. Tidak serta
merta saat nasabah lama tak membayar hutangnya, pihak bank langsung menugaskan debt
collectornya. Itu yang salah, seharusnya bank melakukan kontak komunikasi
dengan nasabah secara berkala. Selalu mengingatkan nasabah mengenai waktu
pelunasan hutangnya secara periodik. Bila perlu pihak bank juga ikut membantu
memberikan solusi pada nasabah bagaimana cara melunaskan hutangnya. Bukan asal
langsung main hantam saja. Sebagai bank terbesar di dunia, Citibank harus dapat
membuat strategi penagihan hutang yang cerdas dan menawan. Alhasil nantinya
reputasi Citibank juga akan makin terangkat di mata masyarakat.
Dalam kasusnya
MD, sistem yang perlu diperkuat adalah tanggung jawab memenuhi kepercayaan pada
nasabah. Pihak manajer yang menangani program Citigold ini seharusnya adalah
orang-orang yang kompeten, jujur dan bertanggungjawab. Citibank perlu melakukan
training secara berkala pada manajernya. Melakukan sejumlah tes secara berkala.
Regulasi yang mengikat program inipun juga harusnya jauh lebih ketat
dibandingkan dengan regulasi yang mengikat manajer yang bertugas di program
nasabah regular. Citibank telah berdiri hampir satu abad lebih, seharusnya
memiliki sistem regulasi yang jauh lebih matang dibandingan dengn bank lainnya.
Yang kedua adalah pengendalian. Sistem
hanyalah menjadi aturan omong kosong bila tak dilakukan pengendalian. Supervisi
yang baik dan ketat akan membuahkan sinergisitas antar SDM dengan sistem yang
diberlakukan. Ibaratnya SDM Citibank adalah kereta api. Sistem adalah relnya.
Maka pengendalian ini ibarat kemudinya. Siapa yang menjadi masinisnya, yaitu
supervisor. Atau dalam bahasa ekonominya disebut manager middle-class. Manajer
ini bertanggungjawab agar kereta berjalan tetap di atas relnya. Apabila ada
bagian dari kereta yang keluar jalur dari relnya, akan mempengaruhi
keseimbangan bagian kereta lainnya. Pengendalian yang cakap dan handal dari
sang masinis perusahaan inilah menjadi bagian kritis yang menentukan lancar
tidaknya perusahaan berjalan.
Saran : Pada setiap perusahaan
multinasional seharusnya dengan kendali manajemen yang baik dan terkontrol.
Dengan peraturan yang ketat dan mengikuti regulasi yang ada pada perusahaan
tersebut dapat meminimalisir permasalahan.
0 komentar:
Posting Komentar