Hukum perdata adalah salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik.
Hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Terjadinya hubungan hukum antara pihak-pihak menunjukkan adanya subyek sebagai pelaku dan benda yang dipermasalahkan oleh para pihak sebagai obyek hukum.
- Subyek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum. Terdiri dari orang dan badan hukum.
- Obyek hukum adalah segala sesuatu berguna bagi subyek hukum dan dapat menjadi pokok suatu hubungan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum. Obyek hukum adalah benda.
- Hak adalah kekuasaan, kewenangan yang diberikan oleh hukum kepada subyek hukum.
- Kewajiban adalah beban yang diberikan oleh hukum kepada orang ataupun badan hukum.
Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
Pengertian
1. Hak adalah benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk
berbuat sesuatu ( karena telah ditentukan oleh undang undang ),atau
wewenang menurut hukum.
2. Kekayaan adalah perihal yang ( bersifat, ciri ) kaya, harta yang menjadi
milik orang, kekuasaan.
3. Intelektual adalah cerdas, berakal dan berpikiran jernih berdasarkan
ilmu pengetahuan, atau yang mempunyai kecerdasan tinggi, cendikiawan,
atau totalitas pengertian atau kesadaran terutama yang menyangkut
pemikiran dan pemahaman.
Kekayaan intelektual adalah kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia yang dapat berupa karya di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Karya ini dihasilkan atas kemampuan intelektual melalui pemikiran, daya cipta dan rasa yang memerlukan curahan tenaga, waktu dan biaya untuk memperoleh "produk" baru dengan landasan kegiatan penelitian atau yang sejenis.
Kekayaan intelektual (Intelectual property) meliputi dua hal, yaitu :
1. Industrial property right (hak kekayaan industri), berkaitan dengan
invensi/inovasi yang berhubungan dengan kegiatan industri, terdiri dari :
a. paten
b. merek
c. desain industri
d. rahasia dagang
e. desain tata letak terpadu
2. Copyright (hak cipta), memberikan perlindungan terhadap karya seni, sastra dan
ilmu pengetahuan seperti film,lukisan,novel,program komputer,tarian,lagu dsb.
HAK CIPTA
Hak cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak-hak yang tercakup dalam hak cipta:
Hak eksklusif adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.
Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:
• membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut
• mengimpor dan mengekspor ciptaan,
• menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan
• menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum,
• menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak
lain.
Jangka waktu perlindungan hak cipta secara umum adalah sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun atau 50 tahun setelah pertama kali diumumkan atau dipublikasikan atau dibuat, atau tanpa batas waktu untuk hak cipta yang dipegang oleh Negara atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama
Penegakan hukum atas hak cipta biasanya dilakukan oleh pemegang hak cipta dalam hukum perdata, namun ada pula sisi hukum pidana. Sanksi pidana secara umum dikenakan kepada aktivitas pemalsuan yang serius, namun kini semakin lazim pada perkara-perkara lain. Sanksi pidana atas pelanggaran hak cipta di Indonesia secara umum diancam hukuman penjara paling singkat satu bulan dan paling lama tujuh tahun yang dapat disertai maupun tidak disertai denda sejumlah paling sedikit satu juta rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah, sementara ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh Negara untuk dimusnahkan.
Merek Dagang (Trademark)
Merek adalah tanda pembeda yang digunakan suatu badan usaha sebagai penanda identitasnya dan produk barang atau jasa yang dihasilkannya kepada konsumen, dan untuk membedakan usaha tersebut maupun barang atau jasa yang dihasilkannya dari badan usaha lain.
Merek merupakan kekayaan industri, yaitu termasuk kekayaan intelektual. Secara konvensional, merek dapat berupa nama, kata, frasa, logo, lambang, desain, gambar, atau kombinasi dua atau lebih unsur tersebut.
Kasus Pelanggaran Merk Dagang
Penuntut umum Risman Tarihoran meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk membebaskan Presiden Direktur PT Espi Swistad Pacipic (PT Espi), Gerrit Van De Ment, dari dakwaan primer. Tidak demikian halnya dengan dakwaan subsider. Berdasarkan dakwaan subsider itu, Risman menuntut Van De Meet tiga tahun penjara, denda Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan.
Awalnya Risman mendakwa Van De Ment melanggar pasal 90 dan 91 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Dalam persidangan, tuduhan terhadap pasal 90 tidak terbukti. Setelah mendengar keterangan dari enam orang saksi, termasuk saksi meringankan, dan seorang ahli, ditambah bukti-bukti, jaksa Risman yakin pasal 90 tidak terbukti. Fakta di persidangan tidak kuat untuk mengarahkan dakwaan ini kepada Van De Ment. Pasal 90 UU Merek mengancam lima tahun penjara dan/atau denda maksimal satu miliar rupiah orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang sejenis.
Meskipun lolos dari dakwaan primer, Van de Ment belum bisa sepenuhnya bernafas lega. Ia masih dijerat dengan dakwaan subsider, yakni pasal 91 UU Merek. Penuntut umum menganggap merek Safe House Habitats yang dipergunakan Van De Ment sama pada pokoknya dengan merek Habitat milik PT Hot-Hed International S.A. (Hod-Hed).
Pasal 91 UU No.15 Tahun 2001 menyebutkan: Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp800juta ,Risman menuturkan, yang dimaksud persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dengan merek yang lain. Unsur-unsur tersebut dijabarkan dalam penjelasan Pasal 6 ayat (1) UU No.15 Tahun 2001. Yang menimbulkan kesan adanya persamaan, baik mengenai bentuk, cara penetapan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut.
Berdasarkan keterangan saksi-saksi, jelas Risman, ada persamaan menonjol antara kata Habitats milik Espi dengan kata Habitat milik Hot-Hed, sehingga menimbulkan kesan yang sama antara dua merk tersebut. Persamaan itu menimbulkan bunyi yang sama, kata Risman.
Selain itu, merek Habitats sama-sama digunakan untuk alat-alat yang digelembungkan untuk pengelasan yang sulit. Dan, perlu diketahui dua perusahaan ini sama-sama bergerak di bidang pertambangan (Indonesia). Jadi, pada pokoknya menggunakan merk yang sama untuk barang dan jasa sejenis.
Penuntut umum berdalih merek yang diklaim Espi, Safe House Habitats, belum terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Departemen Hukum dan HAM. Berbeda dengan merek yang dikeluarkan Hot-Hed. Merek Habitat ternyata telah terdaftar sejak 2006, sehingga dilindungi negara.
Produk bermerek Safe House Habitats ini, menurut Risman, ternyata telah diperjualkan ke tiga perusahaan di Indonesia. Selain itu, produk pertambangan milik PT Espi ini pernah dipromosikan di arena pameran Jakarta pada tahun 2008.
Sayang, usai persidangan, pengacara Van de Ment, Fahmi Assegaf, enggan memberikan penjelasan terbuka lebih jauh. Ia mengatakan akan menyampaikan keberatannya dalam pledoi demi menghormati klien. Nanti saja ya, setelah pledoi, katanya.
Upaya Hukum
Awalnya, Hot-Hed sempat menggugat Espi karena menggunakan produk sejenis yang dianggap sudah dipatenkan. Produk bernama Habitat itu merupakan invensi yang ditemukan Hot Hed, berupa ruangan yang dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat digunakan secara aman untuk pengelasan yang dilakukan di lokasi pengeboran lepas pantai. Bentuknya seperti ruangan tertutup semacam tenda yang berfungsi untuk mengantisipasi resiko kebakaran pada saat pengelasan di lokasi pengeboran minyak di tengah laut karena materialnya yang tahan api.
Hot-Hed yang merasa dirugikan, menempuh jalur pidana dengan melaporkan Espi ke Polda Metro Jaya, November 2007. Untuk laporan itu, pihak kepolisian mengeluarkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3), sehingga ditempuhlah jalur perdata. Tapi, gugatan itu kandas di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Lantas, Hot-Hed melaporkan pelanggaran atas merek yang diduga dilakukan Espi. Dan, perkara inilah yang tengah disidangkan di PN Jakarta Selatan. Van De Ment dituntut tiga tahun penjara.
Sumber : Google.com
HUKUM PERDATA DI INDONESIA
06.25 |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar